Jumat, 08 Agustus 2008

Ketika SANG MURRABI Menghentak

Seakan tersadar, seminggu terakhir dunia perfilm-an di Indonesia dihentak oleh beberapa "venue" yang benar-benar di luar kebiasaan dan "custom" masyarakat Indonesia.

Pertama, barisan memanjang, mengular yang menyerupai anakan sungai Opak Yogyakarta, terjadi di Jakarta. Ketika dibukanya kesempatan untuk casting film terbaru dari novelis Habiburahman. Mengular, semua merasa paling patut, paling sesuai dengan karakter yang dibutuhkan. Mungkin saja, yang kesehariannya nggak mengenal apa itu jilbab, karena mau casting, cari pinjaman sana sini hanya demi tercapainya kepuasan ragawi. Tetapi, apa memang semudah itu..? Pastinya satu semangat yang sama diantara para peserta (yang pasti kompetitor satu dengan yang lainya), adalah mencari jalan pintas supaya dapat segera tenar dengan limpahan materi tanpa susah payah memeras keringat (kala masih ada keringat yang bisa diperas). Nah, inilah produk Indonesia sekarang. Cara instant. Apa-apa instant. Padahal kalupun yang lolos casting dapat jadi "super star", dari fenomena yang ada sekarang biasanya (sekali lagi biasanya) para pekerja di dunia seni (baca "acting") juga harus pandai-pandai ber akting didunia nyata, yang nyata-nyata ketenarannya biasanya hanya tahan beberapa saat. Setelah itu disusullah dengan generasi baru. Kenapa tidak bisa langgeng bertahan seperti artis-artis kawakan..? Ya, karena INSTAN itu tadi. Maka dari itu, sejak dulu saya nggak pernah mau jadi BINTANG PILEM. Cepet pensiun. Itu tadi pandangan dari sisi buruknya. Sedang dari sisi baiknya, minimal insan-insan dakwah tanah air sudah semakin banyak jalan untuk menyampaikan ajaran dakwahnya, plus menggali potensi akhwat yang ada, yang belum pada pake jilbab, segera buru-buru mengetahui apa jilbab sebenarnya.

Kedua, ketika SANG MURABI mulai diputar dan diperkenalkan. Apakah itu...? Tunggu tulisan selanjutnya......

Tidak ada komentar: