Selasa, 30 Desember 2008

Pojok Dahlan Iskan

Jawa Pos Edisi 31 Desember 2008
Kisah Man of The Year yang Sebenarnya (1)
Pribadi Lengkap ala Hoping Ciak Kuping

Siapa "Man of The Year" pilihan saya?

Pasti ini: Bernard Lawrence Madoff. Panggilan akrabnya Bernie. Pernah disindir dengan nama "Madman" (orang gila), gara-gara ada kata "mad" di nama belakangnya. Padahal, Madoff itu sebenarnya harus dibaca "Maydoff".


Bukan saja karena dia telah mendapat gelar sebagai "penipu perorangan terbesar dalam sejarah kehidupan manusia" dengan nilai Rp 600 triliun. Tapi, juga karena pribadinya yang lengkap.

Dialah yang dalam 70 tahun sejak kelahirannya di New York memberi contoh sempurna dalam kehidupan nyata di dunia. Pernah sangat miskin (jadi penjaga pantai), pernah sangat kaya (rumah-rumahnya bernilai sekitar Rp 600 miliar). Pernah sangat baik, pernah sangat jahat. Pernah sangat dermawan, pernah sangat kikir. Pernah memberikan keuntungan besar (ada kliennya yang sambil tidur saja dapat untung Rp 20 miliar per tahun), pernah membuat kerugian besar (seorang klien kehilangan uang Rp 5 triliun). Pernah hidup dengan kebebasan (begitu banyak rumahnya, termasuk yang menghadap lautan bebas), pernah dalam tahanan (sekarang).

Pernah membuat orang yang mestinya mati itu bisa mempertahankan hidup (dia banyak membantu rumah sakit) , pernah pula membuat orang bunuh diri (seorang kliennya bunuh diri minggu lalu karena tidak tahan kehilangan uang besar). Dia pernah bohong (bagaimana sebenarnya dia menjalankan bisnis ini), tapi dia juga pernah sangat jujur (sebelum ditahan dia membisikkan kata-kata jujur kepada stafnya mengenai bisnis jenis apa yang sebenarnya yang dilakukan itu, lewat kata-katanya "Ini model Ponzi dengan skala besar". Berkat kejujurannya ini, tanpa penjelasan yang berbelit, orang langsung tahu: oh, bisnis dana piramid).

Obama memang pantas jadi Man of the Year (dinobatkan majalah Time sebagai Person of the Year 2008). Tapi, terlalu sempurna kecemerlangannya. Bush juga pantas jadi Man of the Year. Tapi, terlalu jelek kelakuan kepemimpinannya. Shang Ren, tokoh puncak Buddha Suczi dari Taiwan itu juga pantas. Tapi, kedermawanannya untuk orang miskin "berlebihan". Cassano dari AIG itu, yang menjadi orang nomor satu dalam daftar penyebab krisis global ini, juga pantas. Tapi terlalu rakus dalam merampok orang kaya.

Sedangkan Bernie bisa memerankan semua perilaku Obama, Bush, Shang Ren, dan Cassano. Hebatnya lagi, teman terbaiknya adalah sekaligus korban terbesarnya.

Carl J. Shapirro, sama sekali tidak menyangka kalau Bernie bisa melakukan -untuk meminjam istilah teman-teman Tionghoa asal Fujian- "hoping ciak kuping". Istilah ini terkenal ketika petinju Mike Tyson menggigit sampai putus telinga (kuping) lawan tandingnya, Hollyfield. Ketika mulut Tyson mendekat ke telinga Hollyfield, dikira akan membisikkan kata-kata perdamaian. Tak tahunya kuping temannya itu diciak sampai darah berceceran.

Begitu akrabnya persahabatan itu sampai-sampai Shapiro sudah dianggap keluarga sendiri. Ketika Shapiro merayakan ulang tahun ke-95 awal tahun ini, Bernie duduk di meja utama keluarga. Ini sama artinya bahwa Bernie sudah dianggap keluarga -satu hubungan yang sangat istimewa. Sebagai sesama tokoh Yahudi kaya-raya, keduanya juga sering jalan-jalan bersama dan bepergian bersama. Bahkan, keduanya juga sudah biasa pergi sama-sama membawa cucu, sehingga hubungan keluarga ini sudah menyatu dalam tiga generasi.

Baru pagi 11 Desember lalu, Shapiro seperti mati duduk. Saat itu, menantunya, Robert Jaffe, meneleponnya. "Buka TV! Lihat berita!" ujar Jaffe yang juga konglomerat kaya raya. Berita itu, seperti diakuinya kepada harian lokal Palm Beach Post, "Seperti pisau tajam yang langsung menghunjam ke jantung". Itulah berita menangkapan Bernie dengan tuduhan melakukan penipuan USD 50 miliar. Tidak seharusnya jantung orang berumur 95 tahun menerima telepon seperti itu.

Kekagetannya menjadi sempurna karena dia langsung sadar bahwa di antara USD 50 miliar yang lenyap itu adalah uangnya. Nilainya USD 400 juta atau sekitar Rp 5 triliun. Jadilah Shapiro menjadi korban perorangan terbesar dalam bisnis Bernie. Sedangkan korban terbesar untuk kelas perusahaan adalah Walter Noel dengan nilai USD 7,5 miliar atau sekitar Rp 90 triliun.

Perhopengan Shapiro dan Bernie memang sudah lama. Keduanya sudah berteman sejak 45 tahun lalu. Ketika beranjak tua dan sudah waktunya pensiun, Shapiro menjual perusahaan tekstilnya. Yakni, jaringan merek terkemuka Kay Windsor. Hasil penjualan itu dititipkan ke Bernie dengan bunga 13 persen per tahun. Dengan cara ini, tanpa kerja apa pun Shapiro akan mendapat bunga Rp 20 miliar setahun.

Sang menantu yang meneleponnya tadi, Robert Jaffe, juga kena. Yayasan sosial Yahudi di Florida yang dia pimpin menempatkan dana yang tidak kecil: USD 90 juta atau sekitar Rp 1 triliun. Dana ini juga ikut lenyap dan Jaffe langsung mengundurkan diri sebagai ketua yayasan. "Saya benar-benar tidak tahu sisi gelap Bernie," komentarnya di koran lokal itu.

Para sahabat itu, meski umumnya tinggal di New York atau Boston atau kota besar lain, sama-sama bertengga di vila mereka di dekat Miami, Florida. Saat musim dingin seperti Desember-Januari ini, memang banyak orang kaya berlibur ke wilayah selatan yang hangat. Kebiasaan ini juga ditangkap sebagai peluang bisnis yang besar. Maka dibangunlah di suatu tempat di Miami yang terpilih sebuah lapangan golf 18 hole. Lalu ada perumahan di sekitarnya.

Lokasi itu menghadap ke pantai lautan lepas Atlantik, tapi tidak terlalu terbuka karena berada di balik gunung. Perumahan umumnya dalam posisi terbaik menurut ilmu hongsui: bersandar ke gunung, menghadap ke laut. Tapi, para penghuni perumahan eksklusif itu kini hanya bisa bersandar ke nasib. Termasuk nasib harus meninggalkan rumah itu.

Salah seorang penghuninya sudah menghubungi perusahaan penjual rumah untuk pindah sewa apartemen saja. Begitu uangnya hilang, penghuni itu harus mencari sumber untuk hidup. Bahkan, harian setempat menulis cerita yang hampir tidak bisa dipercaya: banyak penghuni yang menjual meubel, pakaian, dan benda antik yang tentu semuanya mahal. Juga bukan cerita sedih karena yang dijual itu bisa jadi bajunya yang ke 100 atau tasnya yang ke-50. Sebab banyak barang itu, sebagaimana dikisahkan harian tadi, masih ada labelnya. Ini pertanda belum pernah dipakai. Atau kalau toh sudah tidak berlabel, barangkali baru dipakai sekali. Dan harga salah satu baju yang ditawarkan adalah USD 5.000 atau sekitar Rp 60 juta. Maklum, sebagian penghuni kompleks itu menempatkan semua dananya di Bernie. Begitu semua rekening diblokir, toh harus tetap punya uang cash untuk bayar listrik, air, dan fee lapangan golf. Fee-nya saja USD 300.000 atau sekitar Rp 4 miliar.

Yang boleh tinggal di kompleks ini memang orang-orang terpilih. Kaya saja tidak cukup. Harus kaya, dermawan, dan punya reputasi baik. Istilahnya harus in good standing. Kriteria "reputasi baik" itu adalah mau menunjukkan bukti kekayaan yang sebenarnya. Bahkan, harus menyertakan daftar riwayat hidup khusus: yakni riwayat kedermawanan. Harus dilihat dulu, sudah berapa tahun calon penghuni itu jadi dermawan, ke mana kedemawanannya itu disalurkan dan berapa besarnya. Masih ada lagi syarat lain: kesanggupan tetap jadi dermawan, minimal, dalam setahun, lebih besar dari fee untuk keanggotaan di lapangan golf itu. Dan yayasan sosial yang akan dibiayai kedermawanan ini praktis yayasan sosial milik komunitas Yahudi.

Dengan syarat seperti itu bisa dibayangkan siapa yang bisa bermain golf di situ dan sekaligus membeli rumah di sekitarnya. Apalagi jumlah rumahnya memang sangat terbatas. Hanya sekitar 100 rumah. Dengan kriteria seperti itu, pasti peminatnya adalah orang yang super kaya, dermawan dan kemungkinan besar Yahudi seperti Shapiro, Jaffe, dan Bernie. Rumah Jaffe yang seharga sekitar Rp 200 miliar, hanya kurang dari 500 meter dari rumah Bernie yang seharga Rp 120 miliar. (Sebenarnya itu juga tidak terlalu wah. Sebab, di Jakarta, saya perkirakan tidak kurang dari 200 rumah yang harganya di atas Rp 100 miliar).

Meski sudah beberapa kali ke Miami, saya tidak bisa ke situ. Bukan saja tidak memenuhi syarat, tapi juga tidak bisa bermain golf. Apalagi setelah ganti hati ini saya dilarang berada di bawah terik matahari yang lama. Sedangkan bagi orang-orang superkaya itu, lapangan golf bisa menambah kekayaan mereka. Mereka biasa bermain bersama, saling menawarkan peluang yang besar, saling bernegosiasi dan ketika permainan sudah sampai tee ke-6, biasanya sudah sampai tahap jabat tangan: deal! Tee-tee selanjutnya, sampai permainan 18 hole itu selesai, tinggal hiburannya. Yang tidak tahu, apakah Bernie juga selalu men-ciak hoping-nya di tee nomor 6 itu. (*)


Tidak ada komentar: